1. “Semusim”, Chrisye & Waljinah, 1999

Guru les matematika saya saat di sekolah dasar dulu adalah penggemar Chrisye. Saya kenal seniman besar ini dari beliau. Saat mendengarkan lagu ini pertama kali, saya tidak bisa menilai banyak tentang musik. Hanya sebatas saya suka. Bertahun-tahun kemudian, saya baru menyadari bahwa cara bernyanyi Chrisye yang sangat khas dijahit dengan keroncong Indonesia dari Waljinah adalah pionir yang mahal.

  1. “Badai Pasti Berlalu”, Chrisye, 1999

Di saat suatu hari nanti Anda bertemu badai yang menyapu habis kepunyaan Anda hingga bahkan tidak ada satu pun buah tersisa yang bisa Anda panen; ingatlah, badai itu pasti akan berlalu. Anda hanya perlu bergerak tenang dan kembali menanam. Ada yang tidak setuju lagu ini luar biasa? Saya yakin tidak. Musim panen Anda akan berganti menjadi keharusan menanam kembali.

  1. “Cintaku”, Chrisye, 1999

Pertunjukan musik pertama yang saya tonton adalah Chrisye yang kala itu tampil dengan sang genius Erwin Gutawa. Saya masih sangat kecil kala itu. Saya datang ditemani ibu saya, sementara bapak menunggu di parkiran gedung pertunjukan yang jaraknya dua jam perjalanan darat dari rumah kami. Saat Chrisye membawakan lagu ini, saya ingat betul beberapa penonton bergoyang mendekati panggung mengangguk-angguk seperti orang mabuk. Saya bilang pada ibu, “Saya ingin seperti Chrisye. Menyanyi untuk orang banyak di atas panggung.” Ibu menjawab, “Boleh, asal jangan terlalu banyak minum kopi.” Meski belum pernah bertemu Chrisye, saya sangat menghargai beliau. Mimpi saya menjadi pemusik mulai muncul dan perlahan tumbuh sejak malam itu. Terima kasih, Pak. Salam hormat.

  1. “Please Don’t Talk About Me When I’m Gone”, Ella Fitzgerald, 2007

Belakangan saya baru tahu kalau lagu ini sudah ada sejak 1930. Versi yang pertama saya dengar dibawakan oleh Ella Fitzgerald di album Love Letters From Ella. Album ini adalah hadiah ulang tahun dari salah seorang teman baik saya.

  1. “All of Me”, Frank Sinatra, 1990

Bukan, ini bukan tentang John Legend. Pengetahuan saya tentang lagu-lagu jazz standar terbilang terbatas. Ini adalah lagu andalan saya setiap dapat kesempatan bisa bernyanyi untuk orang banyak di awal perjalanan musik saya.

  1. “Love is A Losing Game”, Amy Winehouse, 2006

Pada 2007 lalu saya masuk ke sebuah toko musik dan untuk pertama kalinya mendengar lagu ini diputar. Seketika ia membuat saya merasa sedih, tanpa alasan yang jelas. “Rehab” mungkin lebih dikenal. Tapi Amy Winehouse bagi saya terdengar jauh lebih brilian di lagu ini. Satu dari sedikit nomor di album keduanya. Satu dari sekian kepintaran lainnya.

  1. “Saat Aku Lanjut Usia”, Sheila On 7, 2002

Seisi rumah kecuali bapak adalah penggemar Sheila On 7. Kami hafal banyak lagu Sheila On 7 dan jadi saksi peluncuran besar-besaran album 07 Des di salah satu stasiun televisi nasional pada 2002 lalu. Ini jadi lagu yang paling sering diputar di setiap perjalanan darat bersama keluarga. Saya masih ingat sekali menyanyikan lagu ini bersama kakak-kakak saya, pulpen sebagai mikrofon dan sofa sebagai panggung.

  1. “Crazy”, Gnarls Barkley, 2006

Sampai hari ini lagu gila ini tetap terdengar gila di kuping. Persis sama seperti kali pertama saya dengar pada 2006 lalu. Saya mempelajari Arsitektur. Bersama “Secret Heart” dari Feist sampai “Better Man” dari Robbie Williams, “Crazy” wajib ada di daftar lagu untuk menemani saya mengulang lagi dan lagi kelas Teknologi Bahan dan Struktur Bangunan Sederhana. Saya payah di keduanya.

  1. “Ayah”, The Mercy’s, 1975

Guru saya di sekolah dasar adalah seorang jagoan. Kami menyebutnya Wali Kelas. Ia adalah sosok yang kami nilai sangat pintar; mampu menguasai matematika hingga ilmu pengetahuan alam, dari teori-teori koperasi sampai ilmu seni. Di kelas ilmu seni, saya memberanikan diri menyanyikan lagu “Ayah” untuk teman-teman satu kelas. Menurut Wali Kelas, saya bisa bernyanyi. Lagu ini adalah lagu pertama yang saya nyanyikan untuk telinga orang lain.

  1. “Gajah”, Tulus, 2014

Ini adalah lagu dari album kedua saya. Bukan, bukan, ini bukan narsisisme atau usaha menuju ke situ. Bagi saya, butuh keberanian nyaris nekat untuk akhirnya memutuskan merekam lagu ini. Sepenggal cerita kecil saya mesti terangkum dalam durasi sekian menit. Saya tidak pernah menyangka akan ada banyak kesan dan cerita muncul setelahnya. Cerita dari seorang ibu yang menghampiri saya untuk menceritakan anaknya kembali percaya diri dan mau ke sekolah setelah lama tidak karena lagu ini adalah satu dari sekian cerita lain. Selain ia menyadarkan bahwa saya memang sangat senang musik, lagu ini juga meyakinkan saya bahwa musik itu ajaib.

Majalah Rolling Stone, Agustus 2015